JAKARTA - Pemerintah berencana untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Bahkan ada wacana kenaikan BBM subsidi hingga 30 persen. Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama menyayangkan rencana pemerintah yang ingin menaikkan BBM itu.
Menurutnya banyak opsi lain yang bisa diambil pemerintah untuk menghemat anggaran. Dia berpendapat kenaikan BBM secara makro akan mengakibatkan inflasi. Suryadi mengatakan BBM ini dibutuhkan untuk trasportasi, sehingga biaya mobilitas barang, jasa, dan orang akan meningkat.
"Dampak yang perlu dipertimbangkan adalah inflasi, otomatis angka kemiskinan akan bertambah, karena standar perhitunganya akan berubah. Apa lagi kebutuhan BBM ini salah satu yang utama di beberapa sektor seperti transportasi, yang tidak hanya berdampak pada mobil pribadi tapi juga sarana produksi, " papar Suryadi saat diwawancarai Media, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Baca juga:
Netty Aher: Kenaikan BBM Memberatkan Rakyat
|
Saat ini APBN 2022 sudah mengakomodasi subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp502, 4 triliun. Kenaikan harga BBM subsidi tidak hanya berdampak pada inflasi yang tinggi, tetapi juga meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia. Tingginya inflasi dapat berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga, yang merupakan penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, dimana 56 persen disumbang oleh konsumsi rumah tangga.
"Keniakan harga BBM akan mengakibatkan kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat menjadi tinggi, ini akan sangat memberatkan. Sehingga ini harus dibatalkan, karena dampaknya yang sangat luar biasa, " ujar Suryadi.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kenaikan harga BBM Pertalite. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga beberapa kali mengungkapkan, jika harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan, akan membuat APBN jebol. Suryadi menilai pemerintah belum siap dengan metode pengalihan subsidi BBM.
"Pemerintah tidak siap dengan sistemnya, kami tidak sependapat dengan pemerintah, subsidi BBM dialihkan. Justru kenaikan ini untuk hal yang lebih tidak tepat lagi, seperti membangun infrastruktur yang tidak menjadi kebutuhan, " ungkap Politisi dari Fraksi PKS ini.
Sebaiknya Pemerintah berhati-hati karena setiap inflasi melonjak tinggi konsumsi rumah tangga menjadi korban. Seperti diketahui, konsumsi adalah penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketika BBM naik pada 2005, konsumsi rumah tangga amblas menjadi 3, 20%. Begitupun pada 2013, konsumsi jatuh 5, 15% di tahun berikutnya. Hal serupa terjadi di 2014, konsumsi rumah tangga jatuh menjadi 4, 96% setahun kemudian. (ssb/aha)