OPINI - Gibran, putra sulung Jokowi mendukung bakal capres Prabowo. Gibran, hingga hari ini, adalah kader PDIP. Gibran menjadi walikota Solo itu jasa dan diusung oleh Ibu Megawati, ketum PDIP. Ketika PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo, Gibran balik badan dan malah mendukung Prabowo. Ada apa gerangan?
Ini menarik untuk dibongkar. Tidakkah Jokowi adalah orang yang perrama kali, dan yang paling ngotot capreskan Ganjar Pranowo? Betul. Tetapi, setelah dideklarasikan oleh Megawati, peran Jokowi di kubu Ganjar Pranowo ditutup. Pakta Integritas yang dibuat oleh PDIP tidak memberi ruang bagi Jokowi untuk ikut cawe-cawe soal capres dan cawapres. Jokowi harusnya netral, kata Adian Napitulu. Sepakat!
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies untuk Semua
|
Ganjar itu kader PDIP. Tulen. Berangkat dari bawah hingga menjadi anggota DPR dan kemudian gubernur Jateng dua periode. Ganjar hanya nurut kepada Megawati. Di sinilah peran total Megawati, pemilik otoritas partai yang mengusung Ganjar. Gak ada ruang buat Jokowi.
Apakah Jokowi lalu menyerah? Tidak! Itu bukan karakter Jokowi. Setiap muncul kemauan, Jokowi kerja sekuat tenaga untuk merealisasikannya. Gak peduli apa kata dunia.
Baca juga:
Tony Rosyid: Berebut Anies Baswedan
|
Jokowi mulai bermanuver. Apa langkahnya? Jokowi dukung Prabowo. Seolah balik kanan. Tapi, Prabowo dan tim jangan bangga dulu. Jangan keburu lega. Ini manuver. Belum tentu sungguhan. Jokowi jago berstrategi.
Dukungan Jokowi kepada Prabowo boleh jadi hanya menjadi instrumen untuk menekan Megawati. Apa targetnya? Mega membuka diri dan Jokowi diberi ruang serta peran di tim Ganjar. Jika Megawati kemudian memberi ruang buat Jokowi, Prabowo bisa ditinggalkan. Goodby Jenderal.
Jokowi tentu lebih sreg berada di kubu Ganjar. Satu habitat, sama-sama kader PDIP. Keuntungan lainnya, Jokowi kelak akan tetap punya peluang untuk mengambil posisi ketum PDIP. Ini jadi impian semua kader PDIP. Termasuk Jokowi.
Megawati sadar atas ancaman ini. Dua periode mengusung Jokowi telah memberi pengalaman amat prmenting bagi Megawati. Faktanya memang, Megawati tidak nyaman dengan Jokowi. Penyebabnya, Jokowi lebih memilih bersinergi dengan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dari pada menjalankan amanah sebagai petugas partai. Cukup! Begitu kira-kira yang ada di benak Megawati.
Megawatilah yang menolak tiga periode. Megawati pula yang menolak penundaan pemilu. Gak ada kompromi. Alasan normatifnya: jaga konstitusi. Alasan pragmatisnya? Cukup Pak Jokowi! Megawati nampaknya sudah sangat lelah.
Namun, Jokowi tidak kehabisan akal. Jokowi punya banyak cara untuk masuk dan bernegosisai dengan Megawati. Bahkan selalu punya cara untuk pressure Megawati. Jokowi seorang politisi cerdas.
Selain dukungan ke Prabowo oleh Gibran, kasus Johnny G Plate, Menkominfo rumornya juga menjadi bagian dari instrumen yang bisa dijadikan pressure ke Megawati. Kok bisa? Di sinilah pentingnya Jaksa Agung buka-bukaan kemana aliran dana kasus di Menkominfo. Johnny G Plate harus buka-bukaan. Bongkar semua. Supaya tuntas, siapa saja yang terlibat. Agar rakyat juga tahu siapa saja yang terima aliran uang. 8 T tidak mungkin dimakan Johnny G Plate sendirian. Surya Paloh bilang: usut tuntas. Ini sinyal seperti ada banyak pihak yang ikut menikmati. Periksa semua perusahaan yang menjadi vendornya Menkominfo. Perusahaan itu milik siapa saja. Kejar! Publik bantu cek perusahaan apa saja yang jadi vendor.
Tapi, jika Megawati tidak mempan ditekan dan tetap tidak memberi ruang kepada Jokowi di timses Ganjar, maka Jokowi akan terpaksa benar-benar dukung Prabowo. Dengan siapa Prabowo dipasangkan? Kemungkinan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan sejumlah perseorangan telah mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menggugat pasal 169 huruf q UU Pemilu No 7 tahun 2017 tentang usia capres-cawapres. Di pasal itu disebutkan usia minimum capres-cawapres 40 tahun. Digugat oleh pemohon untuk diubah menjadi 35 tahun. Kalau 35 tahun, maka Gibran bisa jadi cawapres Prabowo. Sebab, usia Gibran saat pendaftaran oktober nanti tepat 36 tahun.
Bagaimana dengan Airlangga, Muhaimin Iskandar, Erick Tohir dan Sandiaga Uno yang selama ini setia menunggu untuk dipinang jadi cawapres? Megawati tidak menerima satupun dari mereka. Dan Gibran disiapkan buat Prabowo. Keempat tokoh ini terpaksa harus terima nasib. Bagus mereka berdoa, bila perlu berjama'ah doanya, agar JR PSI ditolak MK. Dengan begitu, mereka masih punya harapan. Bersaing satu sama lain untuk mendapat posisi cawapres Prabowo. Dengan catatan: Jokowi tidak balik ke kandang banteng dan dukung Ganjar. Kalau balik? Kita perlu hibur kembali Sang Jenderal.
Jakarta, 21 Mei 2023
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa